Telaga Ilmu Kota Gresik, Al Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad Assegaf RA adalah salah satu tokoh penting. Ilmunya bak telaga yang tak pernah kering, membuatnya menjadi rujukan para habaib. Di kalangan para habaib di Jawa Timur, nama Al Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad Assegaf RA memiliki tempat tersendiri. Ba’dhul ulama mengatakan bahwa beliau adalah salah satu wali min auliya’illah dengan kedudukan dan kedekatannya di hadapan Tuhan. Orang yang belum pernah ketemu dengannya tentu tak menyangka dia seorang ulama besar. Orangnya sangat terbuka dan tak pernah mengagungkan dirinya di hadapan orang lain. Setiap orang yang datang, selalu diajaknya bicara dengan lemah lembut dan penuh keakraban.
Hampir setiap orang yang menemuinya ingin segera mencium tangannya. Jarang keluar kota, ia lebih banyak mengajar dan sekaligus menjadi khadam (pelayan) Majelis Al Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf RA, di dekat rumahnya. Hampir setiap hari ia mengajar kitab Ihya Ulumuddin dan kitab-kitab klasik kepada jamaahnya. Puncaknya pada pertengahan bulan Dzulhijjah pada saat haul Al Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf RA. Di majelis ini, dia menemui banyak tamunya, yang tak pernah sepi.
Rumah Al Habib Abubakar RA ini senantiasa terbuka untuk siapa saja. Ia kerap berbicara dalam bahasa Arab dengan tamu-tamunya dari luar negeri, dengan bahasa Arab yang tinggi, yang menandakan keterpelajarannya serta kualitas pengetahuannya. Wibawa Al Habib Husein RA akan terlihat jika ia tampil dalam kerumunan kalangan habaib. Misalnya, pada suatu acara rauhah (acara kekeluargaan di kalangan Alawiyyin – keturunan Alawiy).
Tepat habis shalat Ashar, orang-orang dengan baju putih-putih mulai berdatangan ke tempat itu. Aroma wangi menonjol sekali dari asap dupa kayu gaharu khas Arab. Para tamu duduk berimpitan menghadap Al Habib Husein RA, yang diapit beberapa habib sepuh. Acara rauhah dimulai dengan pembacaan qashidah oleh seorang Sayyid muda yang juga mengenakan pakaian serba putih. Ia melantunkan qashidah berbahasa Arab yang dikutip dari syair-syair lama tentang puja-puji kepada Rasulullah SAW. Suaranya melengking tinggi dalam nada Syikah, lantas turun rendah mendayu-dayu dalam nada Nahawand. Semua orang dibuat khusyuk mendengarkan Qasidah Sayyid muda itu. Selanjutnya, beberapa habib muda membaca lembar demi lembar kitab Ihya Ulumuddin, karya Hujjatul Islam Al-Imam al-Ghazali RA, di hadapannya. Dengan kata-kata lembut, sang habib menggunakan bahasa Arab membetulkan satu per satu setiap kesalahan bacaan dari para habaib yang datang di acara khataman kitab Ihya itu.
Al Habib Husein RA memang memiliki banyak kelebihan di antara habaib yang lain. Di samping sebagai sesepuh para habaib di kota Gresik dan sekitarnya, ia juga dikenal sebagai salah seorang yang cakap menggunakan bahasa asing – tak kurang tiga bahasa asing dikuasainya: Inggris, Prancis, dan tentu saja bahasa Arab. Tidak mengherankan, karena ia banyak bergaul dengan ulama-ulama yang ada di luar negeri.
Banyak hal yang dapat digali dari Al Habib Husein RA. Salah satunya adalah penguasaan khazanah kesejarahan wali-wali Allah asal Hadramaut. Yang luar biasa, keterangan yang diberikan dalam mengomentari para tokoh tersebut diucapkan di luar kepala. Lelaki kelahiran Surabaya tahun 1941 ini memang dikenal sebagai tokoh yang mumpuni. Mengenal tokoh ini seperti mengenal biografi berjalanan.
Hal itu ditunjukkan dengan kepiawaian Habib Husein dalam meriwayatkan berbagai tokoh di balik sejarah Islam dan ulama-ulama Hadramaut. Kepiawaiannya dalam hal ini bisa dilihat ketika ia menjelaskan dengan cermat para tokoh ulama Hadramaut.
Misalnya, tentang kehidupan Al-Faqihul Muqaddam RA, Al Habib Abdullah Al-Haddad RA (Shahiburratib), dan seluruh nama besar dari kalangan keturunan Rasulullah dari As Sayyidina Husein bin Ali RA. Dengan tutur kata yang halus, ia bercerita tentang sisi lain para pendahulu itu. Habib menyebut tahun atau usia seorang tokoh secara akurat. Jangan heran, kepandaiannya ini, baik dari segi bahasa maupun sejarah para auliya’ Hadramaut, mengantarkannya menjadi pemandu bagi 55 kiai terkemua di Jawa Timur, untuk tour ziarah dan umrah pada pada biro perjalanan umrah dan haji Al-Mastur, pimpinan H. Bargowi, di Surabaya sejak tahun 2005.
Mengaji sejak Kecil
Sejak kecil Beliau RA mengaji pada Madrasah Al-Khairiyah sampai tahun 1955. Pendidikannya kemudian berlanjut dengan belajar kepada Al Habib Abdul Qadir Bilfagih RA di Pondok Pesantren Darul Hadits Malang sampai 1958. Pada 1958, dia kembali ke Surabaya dan menetap di Jln. Ketapang Adiguno. Di lingkungan Ampel ini, ia belajar fiqih dan nahwu sharaf kepada Al Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf RA, salah seorang ulama terkemuka Surabaya yang tinggal di kawasan Kapasan. Menurutnya, Al Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf RA adalah ulama yang alim, ahli fiqih setaraf dengan mufti, pemberi fatwa. Orang-orang tertentu yang mengenal dia mengetahui kebesaran dan keilmuan Al Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf RA.
Banyak ulama yang menanyakan masalah-masalah fiqih kepadanya. Kalau ada masalah yang tidak dapat dipecahkan, larinya ke Al Habib Muhammad RA,” kata Al Habib Husein RA mengomentari gurunya itu. Menurut Al Habib Husein RA, Al Habib Muhammad RA adalah orang yang sangat sederhana. Namun di balik kesederhanaannya itu tersimpan mahkota ilmu yang luas.
Al Habib Muhammad RA pernah bercerita kepadanya, ”Andai kata ada masalah fiqih, saya bisa memberi fatwa dengan empat madzab dengan dalil dan ilat-nya,” demikian Al Habib Husein RA menirukan perkataan Al Habib Muhammad RA.
Di majelis taklim Al Habib Muhammad bin Ahmad Assegaf RA inilah, banyak juga ulama seangkatannya yang belajar kepada sang habib, seperti Al Habib Abdurrahman bin Seggaf Asseqqaf RA, Al Habib Hamid bin Seggaf RA, Al Habib Alwi Al- Hasani RA, dan lain-lain. “Saya termasuk yang paling muda waktu itu,” katanya.
Banyak hal yang menarik dari sosok Al Habib Muhammad Assegaf RA. Di antaranya, dia dikenal sebagai ulama yang tawadhu’. “Meskipun, dari yang hadir, dia didebat, Al Habib Muhammad RA tidak marah. Yang dikatakan, ‘Kau salah.
Tidak percaya? Coba kau rujuk lagi’.
Setelah seminggu datang untuk dirujuk, betul apa yang dikatakan Al Habib Muhammad RA. Sekalipun dibantah, ia tidak pernah marah-marah,” demikian kesan Al Habib Husein RA terhadap gurunya. Selepas dari kota Surabaya, ia pindah ke kota Gresik tahun 1972 dan menikah di kota itu.
Kini dia dikaruniai 12 anak, tiga putra dan sembilan putri. Di kota Gresik inilah ia mempelajari tasawuf kepada Al Habib Ali bin Abubakar bin Muhammad Asseqqaf RA. Setiap hari, ia mengaji kitab Ihya Ulumuddin dengan tekun. ”Inti-inti ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT itu dipelajari dari ilmu-ilmu tasawuf,” katanya.
Akhir 1982, Al Habib Ali bin Ahmad Assegaf RA, yang meneruskan tradisi mengajar di Majelis Taklim Al Habib Abubakar bin Muhammad As Seqqaf RA, mengatakan, ”Husein, siapa di antara kita yang mati dulu harus mengawasi anak-anak. Jadi, seumpama saya wafat dulu, Al Habib Ali RA yang mengawasi anak saya.
Begitu pula jika Al Habib Ali wafat dulu, sayalah yang mengawasi anak-anaknya.” Selepas Al Habib Ali RA meninggal, Al Habib Husein RA mulai mengajar taklim di majelis ini sampai sekarang. Dan yang saat ini ia kerjakan di majelis taklim hanya meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh Al Habib Abubakar RA.
”Saya hanya melanjutkan.” Kini, setiap pagi ia mengajar kitab Ihya Ulumuddin secara rutin di majelis taklim. Tidak hanya itu, dia juga mengajar taklim di majelis-majelis yang ada di sekitar rumahnya. Semoga Allah SWT memberikan keberkahan, umur panjang, sehat, rezeki halal berkah dan segala hajat terkabul untuk beliau. Semoga kita bisa sowan kepada Beliau RA dengan penuh adab.
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, sang cahaya-Mu yang selalu bersinar dan pemberian-Mu yang tak kunjung putus, dan kumpulkanlah aku dengan Rasulullah di setiap zaman, serta shalawat untuk keluarganya dan sahabatnya, wahai Sang Cahaya.”
Sumber : Cerita Para Wali