Berkah Seorang Wali
Suatu ketika seorang lelaki yang sejak muda selalu bermaksiat dan bergelimang dosa berjalan melewati rumah seorang waliyullah.
Ia melihat pintu rumah sang wali terbuka. Tiba-tiba terlintas dalam hatinya untuk berhenti sejenak. Ia berkata dalam hati, “Tubuhku ini sejak diciptakan Allah selalu bermaksiat, Sedangkan sang wali itu, tubuhnya sejak diciptakan Allah selalu taat. Aku ingin memandang tubuh yang taat itu dari ujung rambut hingga ujung kaki, semoga berkat pandanganku ini kelak di hari kiamat aku memperoleh pertolongannya (syafa’atnya).”
Ia pun menghentikan langkahnya. Saat itu sang syeikh sedang berdiri di depan pintu. Lelaki pendosa itu lalu memandang sang syeikh dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan pandangan berharap berkah. Setelah puas ia pergi tanpa berkata sepatah katapun.
Di tengah jalan lelaki itu bertemu dengan salah seorang murid sang syeikh tadi.“Mengapa kau pergi meninggalkannya?” tanya si murid.
“Aku hanya ingin menatapnya. Kukatakan pada diriku semoga tubuh yang taat itu memberi syafa’at kepada tubuh yang suka maksiat ini”
Lelaki itu pun melanjutkan perjalanannya. Sementara si murid menemui sang syeikh dan bertanya,
“Apakah tadi ada seorang lelaki datang menemuimu?”
“Ya, ia berhenti di pintu kemudian pergi begitu saja” jawab sang syeikh.
”Aku tadi juga melihatnya. Kutanyakan mengapa ia berbuat demikian, ia lalu menjelaskan alasannya,” kata si murid sambil menceritakan alasan si lelaki.
“Benarkah ia berkata demikian!?”
“Benar”
“Kalau demikian, tidak ada yang pantas membawa sir-ku (rahasia yang dimiliki wali Allah) kecuali dia. Panggillah dia!”
Si murid bergegas pergi mengejar lelaki itu sampai ia mendapatinya di pasar.“Cepat kemari, kau akan memperoleh sesuatu tanpa harus bersusah payah” ajak si murid.
Sang syeikh kemudian menjadikan lelaki tersebut murid khususnya dan memberikan sir kepadanya. Lelaki itu akhirnya menjadi kholifah sang syekh dan menggantikan kedudukannya untuk mendidik murid-muridnya.
Hikmah yang bisa dipetik
1. “Almadad biqodril Masyhad” besar kecilnya pemberian itu tergantung cara pandangnya. Para sahabat setiap detiknya mendapat maqam yang tinggi dengan memandang wajah Rasulullah Saw. Sedangkan Abu Jahal hanya memandangnya sebagai anak yatim biasa.
2. Jika mampu, Jadilah orang Alim. Jika tak mampu, Jadilah Pelajar Ilmu. Jika juga tak mampu, cukup Sayangi mereka. Jika masih tak mampu, Jangan Musuhi mereka.
Sumber: Kitab adabul alim wal muta’allim karya chadrotussyekh